BASMITIPIKOR.COM, – Dalam setiap ruang kekuasaan, ada satu hal yang paling berbahaya bukan pada besarnya kuasa yang dimiliki, melainkan pada rasa angkuh yang tumbuh bersamaan dengannya. Saat keangkuhan mulai merajai diri, maka pendapat rakyat tidak lagi didengar, suara kritis dianggap sebagai serangan, dan kritik dipahami sebagai bentuk penghakiman.
Sang penguasa yang seharusnya menjadi teladan dalam kebijaksanaan, kini justru kehilangan kepekaan terhadap nurani dan realitas yang terjadi di sekitarnya. Ia lupa bahwa jabatan bukanlah mahkota untuk dipertahankan dengan kesombongan, melainkan amanah yang menuntut kerendahan hati untuk mendengar dan memperbaiki diri.
Ketika kritik dianggap sebagai ancaman, di situlah tanda-tanda awal kehancuran kepemimpinan mulai tampak. Sebab dari sanalah jarak antara pemimpin dan rakyatnya makin melebar – bukan karena kekuasaan, tetapi karena hati yang tertutup oleh rasa benar sendiri.
Padahal, kritik sejatinya adalah cermin. Ia mungkin memantulkan hal-hal yang tidak menyenangkan, tapi di situlah kesempatan bagi seorang pemimpin untuk berbenah. Pemimpin sejati tidak takut pada kritik, justru mencari dan menghargainya sebagai tanda kasih rakyat yang masih peduli.
Namun bila keangkuhan telah menjadi tameng, maka suara jujur akan dipatahkan, dan mereka yang tulus diabaikan. Pada akhirnya, penguasa yang menutup telinga akan kehilangan arah, dan ketika itu terjadi, rakyatlah yang menanggung akibat dari kesombongan yang tak terkendali.
Karena dalam sejarah, kejatuhan banyak penguasa bukan disebabkan oleh lemahnya kekuasaan, melainkan oleh sikap angkuh yang membuat mereka buta terhadap kebenaran.
Penulis : Edy Natanegara
