Novalando ,Wakil Ketua Umum Gerakan Perjuangan Masyarakat Pluralisme (GPMP)

Jakarta, Basmiripikor.com— Aliansi Masyarakat Anti Intoleran Indonesia melontarkan kecaman keras terhadap insiden penyerangan tempat ibadah umat Kristen di Padang Sarai, Sumatera Barat, pada Minggu, 27 Juli 2025. Aksi kekerasan tersebut dinilai sebagai tindakan biadab yang mencederai nilai kemanusiaan, konstitusi, serta mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Wakil Ketua Umum Gerakan Perjuangan Masyarakat Pluralisme (GPMP), Novalando, dalam pernyataan sikapnya menyatakan bahwa toleransi tidak boleh menjadi jargon kosong di tengah masyarakat.

“Toleransi bukan basa-basi, bukan pura-pura, dan bukan hanya dimulut. Toleransi harus nyata dalam tindakan, hadir dalam perlindungan hukum, dan ditegakkan oleh negara. Bila intoleransi dibiarkan, itu sama saja membuka pintu kehancuran bangsa ini dari dalam,” ujarnya.

Aliansi menyebut bahwa peristiwa di Padang Sarai hanyalah satu dari sekian banyak kasus intoleransi yang terus berulang di berbagai daerah. Mereka menyoroti kejadian-kejadian sebelumnya seperti di Indragiri Hulu, Cidahu Sukabumi, GBKP Depok, dan GBKP Batam sebagai sinyal kuat adanya gerakan sistematis yang ingin merusak fondasi keberagaman bangsa.
Melalui pernyataan resmi yang dirilis di Jakarta, Aliansi Masyarakat Anti Intoleran Indonesia menyampaikan delapan tuntutan kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, sebagai bentuk tanggung jawab negara terhadap perlindungan hak-hak konstitusional seluruh warga negara:

1. Mencopot Menteri Agama RI, karena dinilai gagal menjaga kerukunan umat beragama.
2. Mencopot Menteri HAM, Natalius Pigai, karena tidak mampu menjembatani penegakan HAM di tengah masyarakat.
3. Mencopot Kapolri dan mengevaluasi jajarannya yang dianggap lalai dan tidak tegas terhadap kelompok intoleran.
4. Mencopot Kapolda dan Kapolres yang gagal menjamin kebebasan beragama di wilayah hukumnya.
5. Membentuk Tim Khusus Nasional yang siaga dan responsif dalam menghadapi serta menangani kelompok intoleran.
6. Mencabut SKB 2 Menteri dan menggantinya dengan Peraturan Presiden yang menjamin kebebasan beragama dan membentuk Badan Penjaga Kerukunan Umat Beragama.
7. Presiden diminta turun langsung menemui para korban intoleransi dan memberikan perlindungan serta pendampingan, khususnya untuk anak-anak korban.
8. Menjamin perlindungan hukum bagi seluruh warga negara yang menjalankan ibadah secara sah, baik di rumah, ruko, maupun tempat ibadah tidak formal lainnya, sebagaimana diperkenankan dalam SKB 2 Menteri Pasal 3.
Menurut Aliansi, pembiaran terhadap kelompok-kelompok intoleran adalah bentuk kelalaian negara dalam memenuhi kewajiban konstitusionalnya. Negara tidak boleh kalah terhadap ancaman-ancaman yang menggerus prinsip Bhinneka Tunggal Ika dan hak beribadah.

Pernyataan ini disepakati dan ditandatangani oleh para tokoh dari berbagai organisasi masyarakat dan komunitas, antara lain:
• Monisya Hutabarat, S.Sos – Ketua Umum Seknas Indonesia Maju
• Jonggi Hutabarat – Ketua DKI Seknas Indonesia Maju
• Lamsiang Sitompul, S.H., M.H – Ketua Umum Horas Bangso Batak
• Ranto Tambunan – Ketua DPD DKI Horas Bangso Batak
• Gus Sholeh – Komunitas Agama Cinta
• Andreas Benaya Rehiary dan Novalando – GPMP
• Oscar Pendong – Ketua Umum GRPB Indonesia
• Fredi Moses Ulemlem, S.H., M.H – Aktivis dan Praktisi Hukum
• Baney Birowo – Indonesia Peduli
• Albert Timothy – Ketua Umum Nyalahkan Indonesia Hebat
• Bram – Kompera
• Aldi – Gerakan Jaga Indonesia
• Butje B Siwu – Himpunan Warga Gereja Indonesia (HAGAI)

Pernyataan ini menjadi bentuk perlawanan moral masyarakat sipil terhadap segala bentuk kekerasan atas nama agama. Mereka menegaskan bahwa perlindungan terhadap kebebasan beragama adalah tanggung jawab negara yang tidak bisa ditawar. (Polman Manalu )

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © All rights reserved. BASMI TIPIKOR. | Best view on Mobile Browser | ChromeNews by AF themes.